SUMBERDAYA MANUSIA: KAPAN BERKEMAMPUAN KOMPETITIF?

Dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (melek huruf, usia harapan hidup, pendidikan, dan standar hidup), pada tahun 2005, Indonesia menempati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0.697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0.677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh dibandingkan negara-negara tetangganya, seperti Malaysia (urutan 61/0.796), Thailand (urutan 73/0.778), Filipina (urutan 84/0.758) dan Vietnam (urutan 108/0.704). Pada tahun 2006 Indonesia mengalami kemajuan dengan angka IPM mencapai 0.711 dan berada diurutan 108, mengalahkan Vietnam yang mempunyai nilai 0.709. Kecenderungan dari angka IPM Indonesia adalah terus menerus naik (0.677 pada 1999, 0.697 pada 2005, dan 0.711 pada 2006) dan semakin mempersempit ketinggalanya dibanding negara-negara lain. Batasan untuk klasifikasi negara maju adalah nilai IPM diatas 0.800. Pada tahun 2007 angka IPM indonesia kembali naik menjadi 0.728. Laporan yang dikeluarkan oleh UNDP pada 27 November 2007, Indonesia berada pada peringkat 108.

Tes komprehensif di 41 negara   berdasar survei The OECD Programme for International Student Assessment (PISA) telah dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation and Develompement ( OECD) tahun 2003 dan 2006 (pertiga tahun). Test  dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan.  Bagaimana dengan  posisi Indonesia? Di bidang Mathematika ( skor rata-rata 484,84), Indonesia tahun 2003 dengan skor 360 menempati urutan ke 32, sementara pada tahun 2006 dengan skor 391 naik dibanding tetapi urutannya  tak berubah. Kemudian dalam kemampuan membaca (reading), Indonesia tahun 2003 menempati urutan 31 dengan skor 381,dan  skor tahun 2006 meningkat menjadi 393 namun dengan urutan yang juga tidak berubah. Seperti halnya di dua jenis kemampuan terdahulu, urutan kemampuan di bidang sains tetap pada posisi 31 walaupun angka skornya relatif sedikit turun yakni dari 395 di tahun 2003 menjadi 393 di tahun 2006. Angka-angka skor ini lebih rendah ketimbang Thailand, terlebih dengan Jepang dan Finlandia.

Dalam bidang teknologi, Global Information Technology Rank 2008 yang dilansir baru-baru ini oleh World Economic Forum, derajat penguasaan teknologi informasi di Indonesia tergolong rendah. Indonesia berada di peringkat ke-76. Peringkat tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnnya seperti Singapura (5), Malaysia (26), Thailand (40), dan Vietnam (73). Rendahnya tingkat penguasaan teknologi berdampak pada lemahnya daya saing ekonomi Indonesia. Masih mengacu pada data World Economic Forum, daya saing ekonomi Indonesia -yang dicirikan melalui indikator pertumbuhan, institusi publik, dan teknologi- masih di bawah rata-rata. Indonesia masih bercokol di peringkat ke-54, jauh di bawah negeri jiran, Malaysia dan Thailand.

Kondisi sumberdaya manusia di atas dan kondisi pasar kerja diduga ada hubungannya dengan fenomena pengangguran di kalangan terdidik. Hasil survei angkatan kerja nasional Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2007 mencatat pengangguran 10.547.900 orang (9,75%), sedangkan pengangguran intelektual tercatat 740.206 orang atau 7,02%. Hasil survei serupa pada Februari 2008, total pengangguran sebanyak 9.427.610 orang atau menurun 1,2 % dibanding Februari 2007; sementara itu pengangguran intelektual  mencapai  1.461. 000 orang (15.5%)  atau meningkat 1,02% dari tahun 2007. Ditinjau dari sisi mikro maka pengangguran intelektual bisa jadi disebabkan faktor karakter dan potensi akademik lulusannya. Pertanyaan yang diajukan adalah seberapa jauh intelektual penganggur dapat ikut menjawab tantangan pasar kerja? Dengan kata lain seberapa besar para penganggur dengan kemampuan intelektualnya dapat menciptakan lapangan kerjanya sendiri? Dan bagaimana pula sumbangan mereka yang sudah bekerja dalam membangun kesejahteraan masyarakat? Tidak ada data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Diambil contoh, jumlah lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat selama 1929-1957, mampu meningkatkan pendapatan per kapita di negara itu sekitar 42 persen. Lebih jauh,  peningkatan jumlah kelulusan perguruan tinggi di Jepang mampu meningkatkan pendapatan per kapita per tahun sebesar 0,35 persen selama 1961-1971. Dalam kaitan itu bisa diduga makin rendah mutu lulusan plus kurangnya spirit juang untuk menciptakan lapangan kerja sendiri maka semakin bergantunglah sang lulusan pada orang atau pihak lain. Apalagi kalau mutu lulusan adalah pas-pasan dilihat dari kecerdasan intelektual dan soft skillsnya. Bisa diduga pula alih-alih para lulusan menyumbang bagi kesejahteraan masyarakat tetapi malah menambah beban masyarakat dan negara.

“Kita hidup dalam sebuah ekonomi pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara cerdas (ingenuity). Sekolah dalam masyarakat berpengetahuan harus menciptakan kualitas ini; kalau tidak, masyarakat dan bangsa akan ditinggalkan.” (Andy Hargreaves, 2003). Sementara itu, dilihat  dari unsur penyebab rendahnya mutu SDM maka telaahan sisi makro yang selalu menjadi biang keladinya adalah (1) kebijakan pendidikan yang tidak berorientasi pada kebutuhan  pasar, (2) kebijakan ekonomi khususnya  investasi yang tidak mampu menyediakan lapangan kerja sesuai dengan jumlah angkatan kerja, dan (3) kebijakan pembangunan ekonomi yang cenderung berientasi pada padat modal ketimbang pada padat karya.

Visi depdiknas  ke depan menetapkan persoalan daya saing bangsa sebagai fokus utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan persoalan pendidikan di Indonesia. Hal ini mengingat dalam banyak aspek, kualitas daya bangsa kita sangat rendah. Upaya ini sekarang mendapat dukungan yang signifikan dari aspek anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari APBN yang berarti sekitar Rp 244 triliun. Ini baru bermakna jika direfleksikan dengan konsep dan program pendidikan yang tepat oleh semua jajaran Diknas. Karena itu dalam mengembangkan mutu sumberdaya manusia sesuai dengan perkembangan ipteks dan permintaan pasar maka:

  • Pemerintah dan perguruan tinggi harus segera menseleksi semua program studi yang sudah termasuk kategori titik jenuh pasar. Sebaliknya membuka program-program kejuruan yang berorientasi pada pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
  • Pembelajaran hendaknya berorientasi pada kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual yang tak terpisahkan dari pengembangan kurikulum berbasis soft skills dan kurikulum berbasis kompetensi; baik lewat jalur pendidikan informal, nonformal dan formal; yang didukung dengan mutu dan kesejahteraan guru dan dosen yang berkualitas tinggi.
  • Pengembangan kemampuan daya saing dengan cara meningkatkan motivasi pembangunan dan peningkatan kesadaran dan asupan gizi untuk membentuk keluarga sehat yang ujungnya peningkatan  kesejahteraan bangsa.
  • Program festival lomba karya ilmiah dan karya inovatif dari siswa tingkat sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi harus menjadi agenda tetap dan berkelanjutan dari depdiknas dan sekolah atau perguruan tinggi masing-masing.

Editorial ini dan Artikel menarik lainnya dapat diaskes di:  SUMBERDAYA MANUSIA: KAPAN BERKEMAMPUAN KOMPETITIF?

Kontributor:
Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira seorang blogger yang produktif, beliau adalah Guru Besar di Institut Pertanian Bogor yang mengasuh berbagai mata kuliah di tingkat S1 sampai S3 untuk mata kuliah, di antaranya: MSDM Strategik, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Teori Organisasi Lanjutan, Perencanaan SDM, Manajemen Kinerja, Manajemen Pelatihan, Manajemen Program Komunikasi. MSDM Internasional, Manajemen Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan,

Beliau adalah salah seorang pemrakarsa berdirinya Program Doctor bidang Bisnis dan dan saat ini masih aktif berbagi ilmu di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang diri dan pemikiran-pemikiran beliau, silakan kunjungi Blog beliau di Rona Wajah

Share and Enjoy: These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • MisterWong
  • Y!GG
  • Webnews
  • Digg
  • del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • blogmarks
  • Blogosphere News
  • Facebook
  • LinkedIn
  • Squidoo
  • Technorati
  • YahooMyWeb
  • Socialogs
  • email
blank

About the Author:

1 Comment on "SUMBERDAYA MANUSIA: KAPAN BERKEMAMPUAN KOMPETITIF?"

Trackback | Comments RSS Feed

  1. saya saya mengaharapkan komentar anda dalam hal ini agar dapat menjadi inspirasi bagi saya dalam menyikapi permasalahan kompetitif masyarakat Indonesia

Post a Comment