Cara Jepang Kenalkan Sains kepada Orang Muda

japan_scienceLAYAR informasi milik Nagoya University yang dipasang di dekat pintu tiket stasiun Nagoyadaigaku sebulanan ini menampilkan tiga wajah Nobelist. Mereka adalah Prof Toshihide Masukawa dan Prof Makoto Kobayashi, peraih Nobel Fisika 2008 yang keduanya lulusan Fakultas Science, Nagoya University, masing-masing pada tahun 1962 dan 1972, dan seorang lagi peraih Nobel Kimia, yaitu Prof Osamu Shimomura, yang juga meraih gelar PhD-nya pada fakultas yang sama, bahkan sempat menjadi associate professor di almamaternya.

Nagoya University sejak lama dikenal sebagai pusat sains dan teknologi di wilayah Jepang Tengah. Pada tahun 2001, Prof Ryouji Noyori, peneliti di Nagoya University, juga meraih Nobel di bidang kimia. Beliau menghadiahkan sebagian besar hadiah yang diperolehnya untuk membangun gedung Noyori Conference Hall di Nagoya University, yang di dalamnya dilengkapi panel-panel untuk memahami seluk-beluk ilmu kimia, termasuk temuan Noyori, yaitu asymmetric molecular catalysis.

Koran Mainichi beberapa saat setelah pengumuman Nobel melaporkan kegembiraan warga Nagoya, dan wartawan mendatangi SMP dan SMA Prof Masukawa dan mewawancarai kepala sekolah beserta siswa-siswa. Para siswa menyatakan kekaguman mereka dan bertekad untuk menekuni sains. Keseharian para Nobelist dan hasil penemuan mereka disajikan di dalam artikel koran dan program TV yang menarik.

Kalau dicermati, minat para Nobelist terhadap sains muncul dalam fase yang berbeda. Prof Ryoji Noyori terinspirasi oleh ayahnya, seorang peneliti plastik dan fiber di sebuah perusahaan kimia. Rumah Noyori dipenuhi oleh jurnal-jurnal ilmiah, plastik, dan fiber yang menjadi bahan pekerjaan ayahnya. Saat ia berumur 12 tahun, ayahnya mengajaknya menghadiri sebuah seminar tentang nilon yang diselenggarakan oleh DuPont. Noyori kecil menjadi sangat terpukau dengan kimia yang berperan banyak dalam mengubah nasib manusia sejak saat itu. Pelajaran kimia yang diperolehnya di SMP dan SMA melalui class work (sanggyou, semacam praktik di industri) memesonanya.

Shimomura justru baru tertarik kepada sains saat menjadi mahasiswa. Ledakan bom di Nagasaki pada PD II menyebabkan penglihatannya terganggu sejak kecil, dan karena kondisi perang, Shimomura berangan-angan untuk menjadi desainer pesawat. Studinya di Nagoya University telah membawanya untuk berkenalan dengan Prof Yoshimasa Hirata (juga menjadi pembimbing Prof Noyori), yang menugasinya untuk meneliti protein pada umi-hotaru (Vargula hilgendorfii).

Kemajuan sains di Jepang tidaklah mengherankan jika kita melihat anggaran  pemerintah yang dialokasikan untuk pengembangan sains dan teknologi sebesar 16,2 persen dari total anggaran. Terlepas dari penggunaan sebagian dana untuk membangun banyak museum sains yang dikritisi telah menghabiskan dana pendidikan, sementara keuntungannya tidak berarti bagi warga, anggaran sains dan teknologi di Jepang tergolong sangat tinggi.

Pembaharuan sains di tingkat pendidikan dasar dan menengah terjadi tatkala Prof Noyori menjadi anggota Komite Reformasi Pendidikan Jepang. Noyori memicu lahirnya kebijakan super science project, berupa pengayaan materi belajar sains dan penguatan kegiatan eksperimen di sekolah.

Mencetak Nobelist di Jepang bukanlah agenda reformasi pendidikan di Jepang, tetapi mendorong kecintaan kepada sains dan memfasilitasi ilmuwan-ilmuwan muda di universitas untuk menemukan hal-hal baru, adalah tujuan utama proyek sains di Jepang.

Pada level pendidikan dasar dan menengah, guru-guru sains adalah guru bersertifikat yang terjamin keilmuan, kompetensi, dan kecintaannya kepada pengembangan ilmu.
Tugas guru pun ditunjang dengan sarana praktikum dan literatur sains yang memadai.

Bahasa Inggris sebagai bahasa sains internasional sangat memberatkan orang Jepang, oleh karena itu diciptakan terminologi sains dan teknologi dalam bahasa Jepang dan penerjemahan literatur sains ke dalam bahasa Jepang berlangsung sangat intensif.

Dari : tribunjabar.co.id

Artikel asli dari tulisan ini dan tulisan menarik lainnya tentang dunia pendidikan di Jepang dapat juga di akses melalui link: Cara Jepang Kenalkan Sains kepada Orang Muda


Kontributor:

Murni RamliMurni Ramli. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini pernah berprofesi sebagai tenaga pendidik di dua sekolah berasrama (boarding school) di Bogor. Dalam kesibukannya saat ini sebagai Kandidat Doctor (PhD) di bidang Manajemen Sekolah di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan, Beliau sangat aktif menulis tentang informasi dan pandangannya seputar manajemen & dunia pendidikan serta berbagai informasi menarik tentang negeri, budaya dan pandangan orang-orang Jepang. Pemilik blog “Berguru” ini juga sangat menyenangi dunia Penelitian dan Pengembangan serta mempelajari berbagai bahasa sehingga bisa menguasainya dengan cukup baik, di antaranya: Bahasa Inggris, Jepang, Arab, Jawa, Bugis dan sedikit Bahasa Sunda.

.

Share and Enjoy: These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • MisterWong
  • Y!GG
  • Webnews
  • Digg
  • del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • blogmarks
  • Blogosphere News
  • Facebook
  • LinkedIn
  • Squidoo
  • Technorati
  • YahooMyWeb
  • Socialogs
  • email
Posted in: Education, Featured
blank

About the Author:

3 Comments on "Cara Jepang Kenalkan Sains kepada Orang Muda"

Trackback | Comments RSS Feed

  1. email me if you want to rent banner space to advertsie my site mate, cheers

  2. missed a spellin mistake

  3. blank Skyline says:

    Hey not bad would you rent me banner space for a monthly fee??

Post a Comment